Beban Pajak Berlapis untuk Mobil di Bawah Rp 400 Juta Dinilai Memberatkan Konsumen, kewajaran penerapan PPnBM Perlu Dipertanyakan
0 Komentar 16 Juli 2025
Kendaraan bermotor roda empat dengan harga di bawah Rp 400 juta masih harus menanggung beban Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), meskipun tidak termasuk kategori barang mewah. Selain itu, pemilik mobil juga wajib membayar berbagai jenis pajak lainnya setiap tahun.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, semua kendaraan roda empat dikategorikan sebagai barang yang dikenakan PPnBM. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta tata cara pengenaan dan administrasinya. Hampir seluruh jenis mobil terkena aturan PPnBM ini.
Namun, industri otomotif mengusulkan agar mobil dengan harga di bawah Rp 400 juta dibebaskan dari PPnBM. Alasannya, kendaraan pada segmen harga tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai barang mewah karena umumnya digunakan sebagai alat untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan transportasi sehari-hari.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, mempertanyakan kewajaran penerapan PPnBM untuk mobil tertentu.
Menurutnya, jika mobil dianggap barang mewah, seharusnya produk lain seperti sepatu dan tas branded yang harganya mencapai ratusan juta rupiah juga mendapat perlakuan serupa.
Perbedaannya, untuk barang mewah lain seperti tas, pajak hanya dibayar sekali saat pembelian, sementara mobil harus membayar pajak setiap tahun.
Kukuh juga menyoroti adanya pajak progresif yang membuat beban pajak semakin berat bagi pemilik kendaraan bermotor.
Sistem Perhitungan PPnBM
Tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor bervariasi tergantung kapasitas mesin dan tingkat emisi yang dihasilkan. Perhitungan PPnBM menggunakan rumus tarif PPnBM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang ditetapkan berdasarkan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dan koefisien bobot sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Sebagai contoh konkret, Toyota Avanza 1.3 E M/T memiliki DPP sebesar Rp 198.450.000 berdasarkan Permendagri Nomor 7 Tahun 2025. Dengan tarif PPnBM 15 persen, maka besaran PPnBM yang harus dibayar mencapai Rp 29.767.500 atau hampir Rp 30 juta hanya untuk komponen PPnBM saja.
Beban Pajak Tambahan
Selain PPnBM, pemilik kendaraan bermotor juga dibebankan pajak daerah berupa Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Besaran tarif pajak ini berbeda-beda di setiap daerah.
Di Jakarta, tarif PKB untuk kepemilikan pribadi berkisar antara 2-6 persen dari DPP. Untuk kendaraan atas nama perusahaan, PKB ditetapkan sebesar 2 persen. Sementara itu, BBN-KB dikenakan tarif 12,5 persen. Di daerah lain, tarif dapat berbeda dan bahkan ada tambahan opsen (pajak tambahan) hingga 66 persen.
Pemilik kendaraan juga wajib melakukan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) setiap lima tahun sekali, yang tentunya menambah biaya operasional kepemilikan kendaraan.
Dampak Terhadap Daya Beli
Sistem perpajakan berlapis ini dinilai memberatkan konsumen, terutama bagi mereka yang menggunakan mobil sebagai alat produktif untuk mencari nafkah. Beban pajak yang tinggi dapat mengurangi daya beli masyarakat dan berdampak pada pertumbuhan industri otomotif domestik.
Selain itu, perbedaan perlakuan pajak antara mobil dan barang mewah lainnya menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi kebijakan perpajakan. Hal ini karena barang mewah lain seperti tas, sepatu, atau aksesoري branded hanya dikenakan pajak sekali saat pembelian, tidak seperti mobil yang harus membayar pajak secara berkelanjutan.