Harga LCGC Semakin Mahal, Masihkah Pantas Disebut Mobil Murah? Ini Fakta Lengkapnya!
0 Komentar 16 Juli 2025
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memastikan bahwa program Low Cost Green Car (LCGC) tetap berlanjut hingga tahun 2031.
Dilanjutkannya program ini dinilai penting karena telah berhasil mendorong peningkatan kepemilikan kendaraan mobil pribadi, khususnya di kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Menurut Menteri Perindustrian, program LCGC bukan sekadar kebijakan pengadaan mobil murah, melainkan bagian dari strategi jangka panjang untuk mendukung efisiensi produksi pelaku industri otomotif.
Insentif yang diberikan pun tidak hanya menekan harga jual kendaraan, tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor industri secara menyeluruh.
Namun demikian, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa harga mobil LCGC saat ini sudah tidak lagi mencerminkan tujuan awal dari program ini.
Ia menilai bahwa dengan banderol yang telah melampaui Rp200 juta, mobil-mobil tersebut sudah tidak layak dikategorikan sebagai kendaraan murah.
Agus mengungkapkan bahwa saat ini harga kendaraan LCGC telah melewati batas wajar, dan hal itu menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
Pihaknya telah meminta secara langsung kepada tiga produsen otomotif besar agar tidak menaikkan harga, bahkan bila memungkinkan menurunkannya, demi menjaga daya beli masyarakat dan memulihkan serapan pasar.
Awal Mula LCGC: Dari Insentif hingga Produksi Massal
Program LCGC diluncurkan pertama kali pada tahun 2013, dengan tujuan utama membuka akses masyarakat terhadap kendaraan roda empat yang lebih terjangkau.
Program ini mendapatkan payung hukum dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, yang diteken oleh Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam aturan ini, kendaraan LCGC mendapat fasilitas bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Sebagai bentuk tindak lanjut, Kementerian Perindustrian juga mengeluarkan regulasi teknis melalui Permenperin Nomor 33/M-IND/PER/7/2013.
Regulasi ini menetapkan berbagai syarat, di antaranya kapasitas mesin maksimum 1.200 cc, konsumsi bahan bakar minimal 20 kilometer per liter, serta penggunaan komponen lokal yang meningkat secara bertahap.
Selain itu, produsen diwajibkan mencantumkan logo khusus LCGC dan nama merek dengan sentuhan lokal.
Pabrikan mobil nasional segera merespons kebijakan ini. Toyota dan Daihatsu menjadi pelopor dengan menghadirkan Agya dan Ayla. Honda menyusul lewat Brio Satya, dan Suzuki dengan Karimun Wagon R. Tak lama kemudian, Datsun juga bergabung lewat model Go dan Go+.
Lonjakan Penjualan dan Peran Strategis di Industri
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa pada tahun pertama implementasinya, LCGC langsung menyumbang 51.180 unit atau 4 persen dari total penjualan mobil nasional. Pada 2014, angka ini melonjak drastis menjadi 172.120 unit setelah Datsun ikut meramaikan pasar.
Tahun 2016 menjadi puncak kejayaan LCGC, dengan total penjualan menembus angka 235.171 unit, naik 50 persen dari tahun sebelumnya.
Sejak saat itu, LCGC menjadi salah satu tulang punggung penjualan mobil di Indonesia, terutama di segmen kendaraan terjangkau.
Tertatih Saat Pandemi, Tapi Tetap Bertahan
Meskipun pandemi Covid-19 sempat menghantam industri otomotif, segmen LCGC tetap menunjukkan ketahanannya. Penjualan LCGC yang pada 2019 mencapai 217.454 unit turun drastis menjadi 104.650 unit di tahun 2020, atau menyusut hampir 51 persen.
Kondisi tersebut membuat Datsun keluar dari pasar, disusul Suzuki yang menghentikan produksi Karimun Wagon R pada 2021.
Meski demikian, pasar LCGC mulai pulih pada 2021 dengan pertumbuhan penjualan sebesar 40 persen menjadi 146.520 unit.
Pada tahun 2022, terjadi peningkatan lagi sebesar 27 persen, menembus 186.649 unit meskipun hanya tersisa tiga merek yang bermain: Toyota (Agya, Calya), Daihatsu (Ayla, Sigra), dan Honda (Brio Satya).
Memasuki tahun 2023, penjualan LCGC mencapai 204.705 unit, berkontribusi sekitar 20 persen terhadap total penjualan mobil nasional.
Namun, tahun 2024 mencatatkan penurunan volume menjadi 176.766 unit seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat dan kondisi pasar otomotif yang lesu secara nasional.